Becoming a Lawyer (1)— Keluar dari FH
Kuliah tiga sampai empat tahun di fakultas hukum — tahun-tahun terakhir diisi dengan skripsi dan bagusin CV. What’s next? Tentu saja meninggalkan kampus dan menjadi pribadi 2.0 — mencari pekerjaan. Meniti karir untuk jadi lawyer. Lawyer yang bisa berkontribusi untuk negeri, membanggakan orang tua dan memiliki nilai jual dalam mencari pasangan, serta menambah tabungan.
Bagaimana prosesnya sebenarnya? Apa tantangannya? Kemana fokusnya? Mungkin paragraf-paragraf selanjutnya bisa memberikan sudut pandang baru dalam melihat proses menjadi lawyer — sejak keluar dari FH dan mencari tempat mula bekerja. Paparan ini adalah bagian dari pengalaman penulis dalam mencari pekerjaan dan mendapatkan satu di HHP Law Firm.
Keluar dari FH, pengangguran. Saya tak seberuntung itu untuk bisa dapat pekerjaan tetap sebelum saya lulus dari FHUI. Jadi, setelah saya lulus, saya harus mencari pekerjaan. Proses ini memakan waktu tiga bulan sendiri, dengan berbagai tanjakan dan turunan yang mengocok perut. Ditolak lah. Menolak lah. Sampai akhirnya dapat tempat yang baik.
Cari kerja, jual diri. Menjual diri untuk mencari kerja adalah sebuah seni. Bukan sebuah kepastian. Yang pintar belum tentu dapat pekerjaan. Begitu pula yang tak pintar. Ada banyak hal yang sebuah perusahaan cari dari kandidatnya. Tak melulu IP tinggi. Pertama, CV yang mantap. Bagian mana dari CV? Pengalaman kerja. Perbanyaklah isian di bagian pengalaman kerja, niscaya nilai kamu bertambah di mata perusahaan. Cara mengisi bagian CV itu, magang.
Magang selagi ada waktunya. Di pengalaman saya, saya mencantumkan dua pengalaman magang di CV ketika saya lulus. Salah satunya di law firm di SCBD. Magang memang menyita waktu, tapi manfaatnya jauh lebih besar dari pengorbanan yang kamu lakukan. Perlakukan magang sebagai investasi terhadap diri sendiri. Bedanya, kamu dibayar (kalau memang demikian) dan diajar dalam lingkungan profesional. Pengalaman ini bernilai tinggi.
Kedua, sebar CV, ke perusahaan-perusahaan yang kamu bisa hadapi. Sebar CV adalah suatu proses yang mendebarkan jiwa. Keputusan harus dibuat dengan penguasaan diri. Siap untuk ditolak atau sadar diri? “Perusahaan yang bisa dihadapi” bermula dari realita bahwa tak ada tempat kerja yang sempurna. Semua punya kekejaman dan kemurahannya sendiri. Law firm besar pasti menuntut banyak — waktu dan usaha. Tentu dengan gaji yang relatif baik. Sebaliknya, yang kecil tak akan menuntut begitu banyak, tapi gajinya relatif tak setinggi yang besar. Paket fleksibilitas kerjanya pun beda-beda.
Tapi ingat, aturannya tak selalu begitu. Ada pula law firm kecil yang menuntut banyak. Risetlah terlebih dahulu tentang tempat kerja yang kamu prioritaskan. Kalau tak tau, tanyalah kepada orang-orang yang bekerja di sana tentang kantor itu. Jangan takut untuk mengirimkan cold email atau pesan untuk ngobrol dengan teman atau senior tentang pekerjaan di suatu kantor. Perlakukan ini sebagai investasimu di dalam proses mencari kerja. I did that. Minimal satu koneksi bertambah.
Kembali ke perjalanan saya, saya tak takut ditolak. Saya sebar CV saya ke law firms ternama di Jakarta — sembari menyebar CV ke korporasi-korporasi yang memiliki reputasi bagus seperti Astra, dan ke instansi pemerintah tertentu seperti Bank Indonesia. Di dalam target kantor-kantor hukum saya ada HHP Law Firm, HBT, Ginting & Reksodiputro, Makarim & Taira, MKK dan masih banyak lagi. Benar saja, saya ditolak sebagian besar. Dipanggil beberapa lalu ditolak, dan dipanggil dan diterima satu.
Kembali ke prinsip, jual diri adalah seni, persiapkan pula lah persona kamu — ketiga. Perlakukan CV sebagai flyer tentang dirimu. Keputusan orang untuk membeli dibuat ketika sudah lihat barangnya. Kalau yang kamu jual di CV tak sesuai dengan persona kamu di proses perekrutan, kamu kehilangan satu buyer. Persiapan persona melingkupi banyak aspek — penguasaan ilmu, kemampuan membawa diri dalam wawancara, kemampuan berbahasa dan pengemasan nilai jual persona dibandingkan kandidat lain.
IP tinggi tapi, tak bisa menjawab soal tes — tak lanjut ke tahap selanjutnya. Penampilan mentereng, tapi tak bisa menjelaskan kemampuan apa yang ia dapatkan dalam sebuah kompetisi atau pengalaman kerja — tak lanjut ke tahap selanjutnya. Juara sana-sini tapi tak bisa menuliskan argumen dan berbahasa Inggris — nilai di mata perusahaan berkurang. Banyak pengalaman, tapi tak siap pulang malam — hmmmm. Begitu seterusnya.
Semuanya perlu diseimbangkan. Di era yang makin kompetitif ini, kamu akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan jika hanya mengandalkan satu poin plus kamu. Di luar sana banyak kandidat yang tak sekuat kamu dalam satu poin, tapi di poin-poin lain mereka lebih baik. Andai kata saya yang merekrut orang, saya akan pilih kandidat yang lain. Alasannya? Dalam perjalanan karir sebagai lawyer nantinya, pengembangan profesi dipengaruhi oleh banyak faktor. Kalau satu kandidat sudah punya bekal yang baik di berbagai aspek, mengembangkan kandidat ini lebih mudah dari pada harus mengajar dari awal.
To close, lulus dari FH — pengangguran — sebar CV dan poles persona — bertekun — dapat pekerjaan. Rangkaian ini adalah proses yang tak mudah dan tak ada bayangannya ketika saya baru lulus atau masih jadi mahasiswa. Namun begitu dimulai, it’s so real and cruel, sometimes. Jadi persiapkan dan rencanakanlah seawal mungkin. Perlakukanlah proses persiapan itu sebagai investasi di dalam proses karir mu. Investor membeli saham di saat harganya turun, bukan saat tinggi.
Sebagai catatan, ini adalah bagian serangkaian tulisan tentang perjalanan karir di industri hukum — sebagai lawyer dan in-house counsel di perusahaan teknologi. If you ever need to chat with me, feel free to say hi at my email address below. Semoga bermanfaat. Salam.
Arief Raja Jacob Hutahaean | LinkedIn