Becoming a Lawyer (8) — BigCo atau Startup?
In-house counsel di perusahaan besar — sudah lama berdiri — atau startup? Mahasiswa biasanya bertanya tentang hal ini, tapi separuh — Bagaimana rasanya kerja di startup? Pertanyaan tentang kerja di perusahaan besar biasanya jarang ditanyakan. Mungkin karena opini publik yang terbentuk tentang kerja di perusahaan adalah begini — kerja di perusahaan besar atau startup sama saja. Faktanya: Beda.
Tulisan ini bicara tentang pengalaman bekerja di dua tipe perusahaan — besar atau startup. Perspektif saya adalah perspektif seorang in-house counsel di (grup) perusahaan besar yang beroperasi di berbagai negara di Asia Tenggara, dan sebagai head of legal dari sebuah startup fintech. Industri dari kedua perusahaan ini adalah teknologi dan internet.
Natur pekerjaan. Perusahaan besar memiliki sistem kerja yang relatif lebih terstruktur. Sistem governance internalnya lebih baik. Tim bisnis sudah paham bagaimana pola kerja tim legal. Ketika mereka harus bersentuhan dengan tim legal, mereka sudah tau bersikap. Startup memiliki pola kerja yang dinamis. Dinamis dalam arti, tak ada struktur yang formal dalam pola kerjanya. Orang-orang di dalamnya, biasanya, masih berusaha memahami satu sama lain dan berusaha untuk menciptakan sistem kerja yang paling pas. Tim legal ada di tengah-tengah ekosistem itu.
Di perusahaan besar, pola kerja tim legal lebih teratur dan terstruktur. Ada pembagian tanggung jawab yang jelas. Kalau tim legalnya sudah ada cukup lama, mungkin ada struktur karir khusus untuk tim legal — intern, legal associate, counsel, senior counsel, associate general counsel, general counsel. Pola kerja di startup lebih serabutan. Pembagian tanggung jawab hanya ada di atas kertas. Sisanya, diomongi sambil kerja. Jabatan tertentu baru dibuat ketika memang itu benar-benar dibutuhkan. Maksudnya, titel legal manager baru diadakan kalau memang sudah dibutuhkan. Kadang legal staff bisa merangkap jadi legal manager kalau hanya ada dia di tim legal. Maklum, perusahaan baru mulai berbisnis.
Natur kerjaan di perusahaan besar lebih terfokus. Ada counsel yang mengurus data dan privasi. Ada counsel yang mengurus merchants. Ada pula counsel yang mengurus compliance. Ketika ada berbagai jenjang titel, tanggung jawabnya juga berbeda-beda. Senior counsel biasanya mengurus hal-hal yang strategis. Intern akan fokus untuk riset. Di startup, biasanya tak ada pembagian bidang yang tegas. Palu gada. Tim bisnis berkaitan dengan bank bisa datang dengan masalah A. Tim bisnis berkaitan dengan sewa gedung bisa datang dengan isu B. Tim HR bisa datang dengan pertanyaan C. Yang relatif lowong, yang melayani.
Volume kerjaan. Ketika tim bisnis memutuskan untuk mengembangkan usaha, pekerjaan tim legal pun ikut bertambah. Kontrak makin banyak. Isu baru bermunculan. Aturan yang sebelumnya tak relevan, sekarang harus dipertimbangkan. Izin baru harus didapatkan. Perusahaan besar dan startup — dua-duanya harus mengembangkan bisnisnya.
Dalam satu hari, tim legal bisa mendapatkan 50 request atau isu hukum dari berbagai tim di perusahaan— sembari mengisi training hukum untuk tim bisnis. Kadang isunya bukanlah isu hukum. Namun di sini pun, tim legal tetap harus menjelaskan bahwa isu itu bukanlah isu hukum. Solusinya bukan pula solusi hukum. Menangani isu begini kadang butuh 15–30 menit sendiri. Bagaimana kalau ada puluhan request setiap hari? Kalau dikerjain semua dalam sehari, modar. Pintar-pintar mengelola pekerjaan dan membangun relasi dengan tim lain. Pada akhirnya, di perusahaan besar atau startup, volume kerja bisa sama-sama banyak.
Lingkungan kerja. Budaya kerja di perusahaan zaman sekarang, khususnya di sektor teknologi, adalah budaya kerja dinamis, kolaboratif dan fun. Apakah ini berlaku untuk tim legal juga? Dinamis dan kolaboratif — ya. Fun — tergantung kepribadian masing-masing. Pekerjaan hukum itu adalah pekerjaan yang erat kaitannya dengan risiko. Banyak aja skenario yang dipikirkan. Kadang kala cekcok ringan dulu dengan tim bisnis baru sampai ke satu kesimpulan atau solusi.
Yang perlu dipikirkan dengan baik adalah bagaimana cara membangun image tim legal di dalam sebuah perusahaan. Apakah sebagai penghalang atau pendukung bisnis? Kalau image-nya yang pertama, no fun. Kerjaan akan sangat menantang tiap hari. Kalau image-nya yang kedua, lebih mungkin untuk jadi mengasyikkan. Mengapa? Tim bisnis yang melihat bahwa tim legal adalah tim yang mendukung mereka untuk menjalankan perannya, akan lebih terbuka terhadap rencana mereka dan masalah bisnis yang mereka hadapi. Dialognya akan lebih konstruktif dan efektif. Tim legal pun jadi bisa mengelola risiko dengan lebih baik.
Eksposur. Ada dua — eksposur untuk pekerjaan dan orang. Kerja di perusahaan besar dan startup sama-sama menawarkan eksposur yang tinggi. Dengan catatan, di perusahaan besar, jika ada pembagian kerja, eksposurnya akan lebih terfokus. Di startup, spektrum pekerjaan yang dihadapi bisa perintilan sampai kompleks, dan menyentuh semua bidang hukum. Semuanya harus dihadapi. Dua-duanya ladang ilmu dan pengalaman.
Eksposur dengan orang maksudnya dengan siapa tim legal berinteraksi. Di perusahaan, ada banyak tim yang berinteraksi dengan tim legal. Bisnis. Operasional. HR. Finance. Compliance. Sales. Senior management. Tiap tim memiliki struktur jabatan pula. Di perusahaan besar, dengan adanya pembagian tanggung jawab, biasanya setiap orang akan punya tandem-nya di tim lain. Intern tak akan dilepas untuk bertemu management. Di startup, tim legal bisa kerja dengan siapa saja dan titel apa saja. Staf legal bisa kerja dengan direktur. Tapi ingat, meskipun kesempatan berinteraksi dengan management adalah hal yang baik, butuh pengalaman untuk bisa menghadapi mereka.
Skill dan knowledge. Kerja di perusahaan besar atau startup akan sama-sama membangun skill dan knowledge. Bedanya adalah satu diberikan di lingkungan yang lebih terstruktur. Satu lagi diberikan di lingkungan yang lebih bergelora. Legal writing, analysis and execution akan secara konstan berkembang — dengan asumsi bahwa counsel-nya juga ingin mengembangkan kemampuannya. Yang membedakan adalah dengan siapa counsel itu melatih skill dan knowledge-nya. Di perusahaan besar, ada tandem di tim lain yang sesuai dengan titel counsel itu. Di startup, dengan siapa saja.
Bekerja di perusahaan besar atau startup punya nuansanya masing-masing. Tak ada yang sempurna. Bagaimana memilih? Kenali dulu dirimu. Kamu senang dengan lingkungan kerja yang dinamis tapi terstruktur, atau dinamis dengan sedikit bumbu chaos? Kalau yang pertama, ke perusahaan besar. Yang kedua, ke startup. Kalau belum tau, jangan ragu untuk mencoba keduanya. Dengan catatan, gunakan setiap kesempatan sebaik mungkin untuk mengembangkan diri di perusahaan besar atau startup.
Di perjalanan karir saya, kerja di perusahaan besar dan startup menyadarkan saya bahwa dimensi hukum dalam perusahaan tak melulu bicara soal hitam putih aturan. Project management. Kepekaan terhadap bisnis dan teknologi. Relasi dengan tim-tim dalam perusahaan. Serta mengelola trust. Semua memberi nuansa yang berbeda setiap hari. Sebisa mungkin saya menyikapi nuansa-nuansa tersebut dengan pikiran terbuka dan lapang dada — bahwa saya harus belajar dari mereka. Saya terus belajar dalam menjalani peran sebagai in-house counsel.
To close, perusahaan besar atau startup? Keduanya memiliki nuansa yang khas untuk natur, volume, lingkungan, eksposur pekerjaan — tak lupa pula skill dan knowledge. Pilihan sekarang ada pada kamu. Kenali dirimu — senang dengan struktur atau butuh tantangan konstan? Selebihnya adalah masalah perspektif. Dimana pun karir pertama kali mulai, gunakan kesempatan itu untuk belajar maksimal di perusahaan itu. Siapa yang tau karir selanjutnya akan kemana. Semoga bermanfaat! Salam.
Tulisan ini adalah bagian dari serangkaian tulisan tentang perjalanan karir di industri hukum — sebagai fintech lawyer dan in-house counsel. If you ever need to chat with me, feel free to say hi at my link below!
Arief Raja Jacob Hutahaean | LinkedIn