Becoming a Lawyer (4) — Corporate atau Litigasi?
Jadi lawyer corporate atau litigasi? — satu lagi pertanyaan yang sering dilemparkan mahasiswa ketika ngobrol-ngobrol. Biasanya pertanyaan ini muncul dengan prakonsepsi bahwa mereka passionate dengan litigasi atau hukum korporasi ketika kuliah. Biasanya saya menyeletuk, yang kamu pelajari di kampus tentang dunia litigasi dan korporasi bisa jadi jauh berbeda dengan yang akan kamu hadapi di dunia profesional.
Saya dulu fanatik dengan litigasi — maunya cuma kerja di litigasi. Maklum, selama kuliah saya fokus di peradilan semu. Di law firm, saya beruntung bisa mencoba kedua ladang hukum itu. Namun akhirnya saya menetap jadi corporate lawyer. Uraian selanjutnya adalah perspektif seorang lawyer yang pernah bekerja di practice group litigasi (6 bulan), capital market (6 bulan) dan banking and finance (6 bulan dan menetap) dari HHP Law Firm.
Passion-mu, rawan pudar. Passionate dengan bidang hukum tertentu kadang kala jadi faktor yang signifikan dalam membangun semangat kerja. Lawyer yang senang dengan bidang hukumnya biasanya punya semangat, performa dan ketekunan yang lebih dibanding dengan yang tak ambil pusing bekerja di bidang mana. Pulang malam demi transaksi atau perkara yang menggelitik akal kadang membawa kepuasan batiniah yang tak tergantikan. Di sinilah pekerjaan jadi bermakna.
Masalahnya, passion itu rentan pudar. Passion yang tumbuh di kampus biasanya adalah passion dengan ilmu hukum. Suka litigasi karena mata kuliahnya asik atau waktu mooting kasusnya menantang. Suka hukum korporasi karena kuliah hukum perusahaan itu asik dan kayaknya bisa kepake banget di dunia kerja. Dunia kampus adalah zona nyaman. Hukum dipelajari di lingkungan akademis — fokusnya adalah membangun ilmu, baca peraturan. Salah berargumen kalau bukan pas waktu ujian tak masalah.
Ketika bekerja, passion itu berubah fokus dari ilmu, menjadi practice-nya. Practice hukum bicara tentang natur pekerjaan di bidang itu, klien-klien di bidang itu, dan realita memberi dan menjual jasa hukum di bidang itu. Sudut pandangnya menjadi lebih holistik. Holistik dalam arti hal-hal personal dan relasional dalam pekerjaan juga menjadi faktor penting dalam kehidupan profesional. Ilmu hukum sekarang hanya bagian dari practice litigasi atau corporate.
Passion ketika sudah bekerja berbeda dengan passion ketika masih kuliah. Keduanya dibangun dalam lingkungan yang berbeda. Satu zona aman dan nyaman — kampus. Satu lagi zona rawan tegangan tinggi — kantor. Di sinilah passion itu diuji. Kalau passion untuk ilmu hukum berlanjut ke practice-nya, bagus. Teruskan dan kembangkan. Kalau tidak, tak masalah. Kadang kala solusinya adalah menerima kenyataan bahwa kamu passionate dengan ilmu hukumnya, tapi tidak di practice-nya. Jangan lupakan pula, kemungkinan, kamu suka dengan practice-nya, lalu jadi suka dengan ilmu hukumnya pula. Nikmatilah perjalanannya.
Kenali dirimu, kenali pekerjaanmu. Di dunia kerja, natur pekerjaan hukum itu biasanya terbagi dua. Kalau di corporate practice, ada transactional dan advisory. Yang pertama fokus kepada jasa hukum dalam transaksi komersil — membuat perjanjian, negosiasi dan registrasi (kalau perlu). Yang kedua fokusnya adalah memberikan opini hukum terhadap masalah yang klien hadapi.
Kalau di litigasi, ada yang pure litigation dan advisory. Yang pertama naturnya adalah mendampingi klien dalam proses hukum — membuat dokumen persidangan, negosiasi dan sidang. Yang kedua fokus kepada memberikan opini hukum untuk masalah litigasi klien. Kamu bisa fokus ke satu natur dalam satu practice, atau keduanya. Namun biasanya kamu baru bisa memilih setelah beberapa lama berpraktik.
Mengapa ini penting? Ada kalanya kamu passionate dengan litigasi atau corporate, tapi yang kamu sukai sebenarnya adalah natur pekerjaannya. Contohnya, kamu suka litigasi di kuliah karena kamu senang berhadapan dengan lawan. Di dunia kerja, senang berhadapan dengan lawan ini ada juga di corporate. Ini natur dari pekerjaan transaction lawyer, khususnya ketika bernegosiasi. Tantangannya keras juga. Contoh lagi, kamu senang di corporate karena UUPT itu asik untuk dibedah. Di dunia kerja, menjawab masalah seputar UUPT jadi natur pekerjaan advisory lawyer di practice litigasi. Kadang kala lebih mengasikkan pula.
Apa sebenarnya yang kamu sukai dari natur pekerjaanmu? Kamu suka menjawab pertanyaan klien kah? Ini makanan sehari-hari advisory lawyer, baik litigasi atau corporate. Kamu suka berhadapan dengan lawan kah? Jadi transaction lawyer dan dispute lawyer bisa jadi pilihan yang tepat buatmu. Ketika kamu tau apa yang kamu sukai, ilmu hukum itu kadang tak menjadi penentu passion lagi. Ketika kamu suka menjawab pertanyaan klien, ilmu hukum baru pun akan kamu lahap. Karena kamu suka natur pekerjaannya, tak cuma ilmunya.
Coba dulu. Passion itu kadang baru benar terbentuk ketika kamu sudah mengeyam asam garam dunia kerja di salah satu atau kedua practice itu. Begitu kamu memahami natur practice dari litigasi dan corporate, kemudian kamu tau natur pekerjaan yang kamu sukai, barulah kamu bisa memutuskan, passion kamu ada di corporate atau litigasi. Itu sebabnya ada saja yang passionate di corporate ketika kuliah, masuk ke corporate practice, tapi penasaran ingin tau litigasi seperti apa. Penasaran dan akhirnya pindah tempat kerja di dunia litigasi. Suka dan bertahan. Begitu pula sebaliknya.
Di perjalanan saya, saya baru memahami practice dan natur pekerjaan yang saya senangi setelah 1,5 tahun mengecap berbagai bidang hukum dengan natur pekerjaan yang berbeda-beda. Saya akhirnya menerima kalau saya suka natur pekerjaan advisory dan beberapa jenis transactional work — technology transaction. Akhirnya saya memutuskan ke corporate practice. Beberapa tahun setelah keputusan itu dibuat, saya masuk ke tahap selanjutnya, menentukan fokus keahlian (another story).
To close, corporate atau litigasi? Jangan terlalu berpaku pada passion yang muncul ketika kuliah. Passion rawan pudar. Bangunlah mentalitas untuk mengenal practice itu lebih jauh dulu. Kenali pula dirimu — natur pekerjaan apa yang kamu suka? Nanti kamu akan tercerahkan ketika sudah mulai bekerja. Janganlah takut untuk mencoba keduanya. Tau lebih awal itu lebih baik dari pada putar haluan setelah sekian lama berkarir — dengan berbagai kondisi tentunya. Semoga bermanfaat. Salam!
Sebagai catatan, tulisan ini adalah bagian dari serangkaian tulisan tentang perjalanan karir di industri hukum — sebagai fintech lawyer dan in-house counsel. If you ever need to chat with me, feel free to say hi at my link below!
Arief Raja Jacob Hutahaean | LinkedIn