Becoming a Lawyer (10) — Technology Lawyer di Perusahaan
Technology lawyer tak melulu kerja di law firm — bisa di perusahaan juga. Meskipun sebutannya beda, in-house counsel yang menangani hukum teknologi sejatinya adalah technology lawyer. Tulisan ini berisi gambaran pekerjaan seorang technology lawyer di perusahaan. Tulisan sebelumnya, Technology Lawyer di Law Firm, membahas gambaran umum pekerjaan technology lawyer di law firm.
Perspektif saya dalam tulisan ini adalah perspektif seorang lawyer di international law firms, dan in-house counsel serta head of legal di perusahaan teknologi. Ini adalah tulisan terakhir dalam rangkaian tulisan Becoming a Lawyer.
Hampir sama seperti di law firm, titel technology lawyer bukanlah titel yang disematkan secara formal. Technology lawyer adalah sebuah identitas yang muncul karena natur pekerjaan. Lawyer yang fokus di dalam teknologi dan semua aspeknya bisa menyatakan dirinya sebagai technology lawyer. Begitu pula ketika peran itu ada di sebuah perusahaan. Semua lawyer di perusahaan disebut sebagai in-house counsel. Apa yang ia kerjakan yang menentukan apakah ia adalah seorang technology lawyer.
Struktur tim legal. Struktur tim legal mempengaruhi pola kerja dari seorang technology lawyer di perusahaan. Ada perusahaan yang sudah membuat struktur pembagian pekerjaan untuk tim legalnya. Ada pula perusahaan yang belum memiliki struktur tersebut, seperti startup yang baru berdiri. Di perusahaan yang memiliki struktur pembagian kerja yang sistematis, pekerjaan dari technology lawyer biasanya menjadi lebih terarah. Ia akan bertanggung jawab untuk semua isu hukum yang terkait dengan teknologi. Lawyers lain bisa fokus ke bidang corporate atau HR (human resources).
Di dalam startup, technology lawyer bisa merangkap jadi lawyer semua bidang. Hal ini dapat dimaklumi karena startup adalah perusahaan yang baru memulai bisnisnya. Struktur tim legal mungkin bukan agenda yang menjadi prioritas. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan jika startup tersebut bertahan, tim legal mungkin akan bergerak ke arah pembagian pekerjaan. Bekerja di lingkungan startup bukan hal yang buruk. Semua kembali ke perspektif dari technology lawyer tersebut. In-house counsel dari sebuah startup teknologi pasti akan bersentuhan dengan semua dimensi bisnis dari startup tersebut, tak hanya produk. Apakah ini baik? Ya. Di sinilah seorang lawyer belajar bagaimana teknologi berjalan di tataran bisnis. Di sini pula lawyer belajar betapa banyaknya dimensi yang dipengaruhi teknologi.
Klien. Klien dari technology lawyer di perusahaan bisa jadi lebih banyak dari klien seorang lawyer di law firm. Setiap unit bisnis di perusahaan bisa datang dengan berbagai isu hukum. Unit bisnis ini mencakup tim marketing, tim produk, tim HR, tim IT, tim finance, tim operasional, tim bisnis A, tim bisnis B, dan management. Setiap anggota tim dalam unit bisnis bisa memiliki persoalan yang berbeda-beda, dan ia bisa bertanya ke technology lawyer kapan saja. Semua bisa datang dengan spektrum masalah yang berbeda-beda. Mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Mulai dari yang butuh 15 menit ngobrol sampai riset beberapa hari.
Technology lawyer memberikan nasihat hukum atau bantuan terhadap setiap unit bisnis yang datang kepadanya. Ia harus memahami setiap latar belakang persoalan sebelum melakukan analisis. Di sini, pekerjaan technology lawyer di perusahaan tak jauh beda dengan technology lawyer di law firm. Keduanya sama-sama menangani klien. Namun yang membuat pekerjaan technology lawyer di perusahaan lebih menantang adalah memberikan nasihat hukum kepada orang non-hukum. Ini bukanlah suatu hal yang mudah. Kadang menjelaskan hal teknis hukum kepada sesama lawyer, sudah sulit. Apalagi kepada tim bisnis. Bagaimana cara menghadapinya? Pengalaman kerja berpengaruh. Jika belum punya pengalaman kerja, berlatih dan beradaptasi.
Day-to-day. Sibuk. Klien technology lawyer di perusahaan, banyak. Unit bisnis harus menjual produk atau layanan setiap hari agar perusahaan bisa bertahan. Tiap produk yang dijual tersebut akan memerlukan perjanjian khusus. Ada saja perjanjian baru setiap hari. Perusahaan, terutama startup, pasti akan berusaha membangun internal governance yang baik untuk menopang bisnisnya. Tim legal pasti terlibat di dalam prosesnya. Otoritas pemerintahan masih terus mengeluarkan aturan baru untuk produk-produk teknologi di Indonesia. Technology lawyer harus menganalisis bagaimana aturan-aturan baru tersebut mempengaruhi bisnis dari perusahaan.
Produk yang ditawarkan ke konsumen di Indonesia biasanya tak luput dari aspek kepatuhan terhadap aturan (compliance). Baik itu kepatuhan terhadap aturan-aturan yang sudah ada, atau kepatuhan terhadap kebijakan-kebijakan tambahan dari otoritas-otoritas pemerintahan yang ada. Perizinan untuk produk tersebut, dalam hal diperlukan, pun adalah sebuah hal yang menjadi makanan technology lawyer. Jika perusahaan tersebut memiliki bisnis lain di luar negeri, koordinasi dengan tim internasional menjadi bagian dari pekerjaan seorang technology lawyer di perusahaan.
Setiap pertanyaan yang datang dari unit-unit bisnis akan melatih perspektif komersial atau bisnis dari seorang technology lawyer. Proses memahami latar belakang masalah yang diajukan oleh unit-unit bisnis akan memperkaya pengetahuan technology lawyer tersebut atas bisnis perusahaan. Ketika ia mendapatkan pertanyaan yang sama atau lebih kompleks, technology lawyer akan mampun memberikan nasihat hukum yang mempertimbangkan aspek komersial dari perusahaan. Setiap klien akan menghargai nasihat hukum demikian. Ini yang menjadi nilai tambah.
Harus diakui, menjadi technology lawyer di lingkungan yang dinamis dan beritme kerja cepat bukanlah hal yang mudah. Butuh pemahaman hukum, kemampuan mengelola pekerjaan, dan kemampuan mengelola ekspektasi yang baik. Mungkin ini sebabnya perusahaan yang mencari technology lawyer mengutamakan lawyer yang sudah memiliki pengalaman yang cukup di bidang teknologi. Jam terbang akan sangat membantu technology lawyer beradaptasi dan berhadapan dengan unit-unit bisnis di dalam perusahaan. Apakah ini berarti, jika ingin jadi technology lawyer, harus ke law firm dulu? Tak harus. Bisa pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Yang lebih penting dipikirkan adalah — apakah sudah siap untuk menempuh perjalanan yang penuh tantangan?
Bagi fresh graduate atau mahasiswa yang sedang mencari kerja. Jangan ragu untuk mengambil keputusan masuk ke sektor teknologi jika kamu memang suka dengan bidang itu. Namun ingat, bertahan di sektor ini, lain cerita. Ada banyak hal yang dibutuhkan. Jika kamu berani untuk terjun ke sana, yang akan kamu lakukan adalah belajar sambil bekerja. Ini pun tak mudah. Kamu perlu bekerja keras, bertekun dan berani meminta tuntutan dari mereka yang sudah lebih berpengalaman. Persiapkan dirimu mulai sekarang.
To close, technology lawyer di perusahaan bisa memiliki dua peran — terfokus atau terbuka. Dalam perusahaan yang memiliki struktur pembagian kerja, technology lawyer bisa fokus untuk menangani teknologi dan aspek hukum yang terkait dengannya. Di perusahaan seperti startup, peran technology lawyer jauh lebih luas. Ia akan bersentuhan dengan semua isu hukum yang dihadapi setiap unit bisnis perusahaan teknologi.
Technology lawyer akan menangani banyak isu hukum di perusahaan. Isu hukum ini bisa datang dari mana saja. Inilah yang membuat pekerjaan technology lawyer di perusahaan itu menantang — berkomunikasi dengan tim non-hukum dan membuat analisis hukum dengan pertimbangan komersial. Butuh pengalaman dan pemahaman hukum yang baik untuk bisa melalui proses tersebut. Bagi fresh graduate atau mahasiswa yang ingin masuk ke sektor teknologi, persiapkan dirimu. Kamu bisa mulai dari law firm dulu atau masuk langsung ke perusahaan teknologi. Either way, kamu harus bekerja keras dan bertekun. Jangan lupa bertanya kepada yang lebih berpengalaman. Semoga bisa memberikan perspektif baru! Salam.
Tulisan ini adalah bagian dari serangkaian tulisan tentang perjalanan karir di industri hukum — sebagai fintech lawyer dan in-house counsel. If you ever need to chat with me, feel free to say hi at the link below!
Arief Raja Jacob Hutahaean | LinkedIn